Selasa, 13 Maret 2012

Keterampilan Menulis Berita Melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw

1. Keterampilan Menulis Berita
a.Hakikat Teks Berita

Berita merupakan sajian utama sebuah media massa di samping opini. Mencari bahan berita lalu menyusunnya merupakan tugas pokok wartawan dan bagian redaksi sebuah penerbitan pers (media massa). Sebuah berita menyimpan informasi-informasi penting yang harus diketahui oleh pembaca. Berita dapat diikuti dan dilihat melalui media-media massa seperti radio, televisi, koran, majalah, atau internet. Berita adalah laporan mengenai suatu kejadian atau peristiwa aktual yang menarik perhatian orang. Sama halnya dengan pendapat Kusumaningrat (2009:40) berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang.
Berita juga dapat diartikan sebagai laporan atau pemberitahuan yang aktual atau dapat juga dikatakan sebagai kabar, pengumuman tentang suatu peristiwa atau kejadian yang disampaikan melalui orang lain baik secara lisan atau tulisan. Hal ini sesuai dengan pengertian yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Salim, 2002:190) berita adalah laporan atau pemberitahuan tentang suatu kejadian atau peristiwa yang disampaikan melalui orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media internet semuanya itu alat untuk mempermudah masyarakat mendapatkan informasi.
Masyarakat tidak perlu lagi menghabiskan ongkos dan tenaga yang lebih banyak untuk mendapatkan informasi. Suhandang menjelaskan bahwa berita adalah laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. Peristiwa yang melibatkan fakta dan data yang ada di alam semesta ini yang terjadinya pun aktual dalam arti “baru saja” atau hangat yang dibicarakan orang banyak (2004:103—104). Dalam hal ini segala yang baru merupakan bahan informasi bagi semua orang yang memerlukannya. Dengan kata lain, semua hal yang baru merupakan bahan informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain dalam berita.
Berita merupakan laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas. Fakta, akurat, ide, tepat waktu, menarik, penting, opini dan sejumlah pembaca/pendengar/penonton merupakan hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian. Berita adalah suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar maupun penonton (Iskandar Muda, 2008:22). Jadi, walaupun ada fakta tetapi jika tidak ada dinilai penting, aktual dan menarik oleh sejumlah besar orang, maka hal tersebut masih belum dapat diangkat sebagai bahan berita. Atau sebaliknya, apabila unsur-unsur tersebut di atas tidak terdapat pada data yang akan dikemas dalam penulisan berita, tetapi seorang redaktur tetap menyajikannya, maka konsekuensi yang akan terjadi, tentu tidak akan memberikan daya tarik bagi para pembaca/pendengar maupun penontonnya. Apabila hal tersebut terjadi, berarti terdapat kegagalan yang sangat prinsip bagi sebuah media baik cetak maupun elektronik.
Tujuan utama penyajian berita adalah mengimpormasikan peristiwa penting sebagai upaya untuk memberikan daya tarik agar orang mau membaca, mendengar, atau menonton sajian berita tersebut (Iskandar Muda, 2008: 22). Hal-hal yang lazim dilakukan orang secara individu seperti bekerja, belajar atau berdoa bukanlah sesuatu yang istimewa.Tetapi peristiwa-peristiwa seperti pembunuhan, huru-hara, gempa bumi, demonstrasi atau pertemuan-pertemuan tingkat nasional, regional maupun internasional tentu merupakan peristiwa menarik yang sudah barang perlu diketahui oleh orang banyak. Berdasarkan keempat pendapat tersebut, dapat diambil simpulan bahwa berita adalah informasi aktual tentang fakta dan opini mengenai kejadian atau peristiwa yang menarik perhatian umum atau memiliki nilai yang dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar, maupun penonton yang disampaikan melalui orang lain baik secara lisan maupun tulisan.

b.Unsur-Unsur Berita
Sebuah berita yang baik tidak akan terlepas dari unsur-unsur pembentuknya, karena unsur-unsur itu ibarat sistem anatomi yang saling mendukung satu dengan yang lainnya. Umumnya para pakar sepakat bahwa di dalam sebuah berita terdapat 6 unsur, yang disingkat 5W+H (What, Who, Where, Why, When, dan How) (Chaer, 2010:18—19).
What (apa) artinya, apa yang tengah terjadi. Pertanyaan ini merujuk pada sebuah peristiwa atau kejadian yang ada di sekitar kita yang sifatnya mengagumkan atau menghebohkan. Misalnya, peristiwa kecelakaan, kebakaran, pembunuhan, perampokan, perang, dan sebagainya. Unsur what juga berkenaan dengan fakta-fakta yang berkaitan dengan hal-hal yang dilakukan oleh pelaku atau pun korban dari kejadian itu. Hal yang dilakukan dapat berupa penyebab kejadian tetapi dapat pula berupa akibat kejadian. Nilai what itu ditentukan oleh kelayakan berita itu. Umpamanya, peristiwa tanah longsor yang menelan korban di Sukabumi, Jawa Barat, merupakan unsur what dalam berita.
Who(siapa) artinya, siapa pelaku kejadian atau peristiwa dalam berita. Pertanyaan ini merujuk kepada tokoh pelaku dalam kejadian atau peristiwa tersebut. Siapa saja yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Unsur who juga berkenaan dengan fakta-fakta yang berkaitan dengan orang atau pelaku yang terlibat dalam kejadian. Orang yang diberitakan harus bisa diidentifikasi namanya, umurnya, pekerjaannya, dan berbagai keterangan mengenai orang itu. Semakin banyak fakta atau keterangan yang terkumpul mengenai orang semakin lengkaplah berita yang disampaikan. Contoh “Rumah milik Jamilah alias Cantit (68) di jalan Sadar Kampung Panjang Desa Air Tiris Kabupaten Kampar, tepatnya di depan Kantor Desa Kecamatan Kampar Utara terbakar, Jumat (11/2) sekitar pukul 04.00 WIB”. Penulisan berita tersebut menggunakan unsur siapa (who) yang harus diperhatikan apakah tokoh yang diberitakan fakta dan penting sehingga namanya haruslah menjadi subjek dari kalimat awal berita.
Where (di mana) artinya, di mana peristiwa atau kejadian itu berlangsung. Pertanyaan ini menunjukkan tempat kejadian peristiwa itu berlangsung baik di rumah, di jalan, di kantor, di kebun, di sekolahan, dan lain sebagainya. Unsur where juga berkenaan dengan tempat peristiwa terjadi. Di sini nama tempat harus dapat diidentifikasi dengan jelas. Ciri-ciri tempat kejadian merupakan hal yang penting untuk diberitakan. Contoh: “Kota Bandung dilanda banjir kemarin. Sebanyak lima ribu warga kehilangan tempat tinggal, namun tidak terdapat korban jiwa”.
When (kapan) artinya, kapan peristiwa atau kejadian itu berlangsung. Berlangsungnya sebuah peristiwa tidak akan pernah terlepas dengan waktu karena waktu merupakan pengukur atau pembatas terjadinya peristiwa itu. Misalnya pagi hari, sore kemarin, atau malam kemarin. Unsur when juga berkenaan dengan waktu kejadian. Waktu mungkin ada yang sudah terjadi, tetapi mungkin juga yang sedang terjadi, atau pun yang akan terjadi. Contoh “Minggu dini hari sebuah bus yang mereka tumpangi menabrak pohon setelah ke luar jalur jalan karena menghindarkan sebuah sedan yang datang dari arah yang berlawanan”. Pada berita tersebut dapat memberikan informasi dengan jelas kapan terjadinya peristiwa.
Why (mengapa) artinya, mengapa kejadian itu bisa terjadi. Pertanyaan ini lebih mengarah kepada hal yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut.Unsur why juga berkenaan dengan fakta-fakta mengenai latar belakang dari suatu tindakan ataupun suatu kejadian yang telah diketahui unsur what-nya. Andaikata what-nya adalah peristiwa tanah longsor yang menelan banyak korban, maka unsur why-nya adalah hal-hal yang menyebabkan terjadinya tanah longsor itu, seperti penggundulan hutan, dan sebagainya.
How (bagaimana) artinya, bagaimana kejadian itu bisa berlangsung. Pertanyaan ini meminta jawaban berupa narasi peristiwa, bagaimana awalnya kejadian itu, selanjutnya bagaimana dan sampai akhirnya. Unsur how juga berkenaan dengan proses kejadian yang diberitakan. Misalnya, bagaimana terjadinya suatu peristiwa; bagaimana pelaku melakukan perbuatannya; bagaimana korban mengalami nasibnya. Contoh“ Mobil itu kehilangan keseimbangan dan menabrak pagar yang ada dipinggir jalan, lalu terguling kedua kali sampai akhirnya tertabrak karena tangki bahan bakar meledak. Sepasang suami istri, dua orang anak, dan seorang pembantu tewas seketika”. Berita tersebut menjelaskan terjadinya sesuatu kecelakaan, sudah tentu seakan-akan dilihat dengan jelas peristiwa terjadinya kecelakaan tanpa melihat yang sebenarnya.

c.Ketepatan Pemilihan Kata dalam Berita
Ketepatan diksi atau pilihan kata dalam berita sesungguhnya mempersoalkan kesanggupan dari sebuah kata untuk menimbulkan kembali gagasan atau ide yang tepat pada imajinasi, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulisnya. Ketepatan diksi tidak dapat dipisahkan dari kosa kata dan makna, oleh karena itu dapat ditegaskan pula bahwa dalam berita, persoalan pilihan kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan penguasaan kosa kata dari seseorang.
Menurut Rahardi (2010:2—3) dalam kerangka pilihan kata, seorang penulis harus dapat memenuhi persyaratan berikut.
1)Memaknai kata secara objektif. Penafsiran makna yang objektif sangat diperlukan, terutama ketika seseorang berurusan dengan segala seluk beluk data atau fakta. Objektivitas di dalam penafsiran atau pemaknaan yang demikian merupakan syarat untuk penulisan berita di dalam sebuah media massa.
2)Memahami penggunaan imbuhan-imbuhan asing pada sebuah kata dengan tepat. Bentuk-bentuk bahasa asing yang dapat digunakan dalam bahasa Indonesia, sesungguhnya hanyalah bentuk-bentuk kebahasaan yang sudah diserap secara resmi ke dalam bahasa Indonesia.
3)Menggunakan kata-kata yang sifatnya idiomatis atau kata-kata yang bersifat senyawa berdasarkan susunan yang tepat dan benar. Bentuk-bentuk senyawa atau bentuk-bentuk idiomatik itu tidak dapat dimodifikasi oleh siapa pun.

d. Kalimat Efektif dalam Berita
Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menghadirkan kembali gagasan atau pemikiran yang ada pada pembaca persis seperti apa yang ada pada diri penulisnya. Pemahaman kalimat efektif ini sangat penting bagi para jurnalis dan penyunting bahasa. Adapun ciri-ciri khas kalimat efektif dalam bahasa berita adalah sebagai berikut. (1) kesepadanan struktur, (2) keparalelan bentuk, (3) ketegasan makna, (4) kehematan kata, (5) kecermatan penalaran, (6) kepaduan gagasan, (7) kelogisan bahasa (Rahardi, 2010:52).
Kesepadanan struktur adalah keseimbangan antara gagasan, ide, atau pikiran, dan struktur bahasa yang digunakan di dalam kalimat berita. Ciri kesepadanan tersebut memiliki sejumlah ciri tambahan, diantaranya adalah kejelasan subjek, tidak adanya subjek ganda, tanda penghubung antar kalimat tidak digunakan dalam kalimat tunggal dan predikat tidak didahului kata yang. Sedangkan kepararelan adalah kesamaan bentuk kata atau frase yang digunakan di dalam kalimat. Ciri kalimat efektif berikutnya yang juga muthlak harus dikuasai para jurnalis media dan para penyunting bahasa adalah masalah ketegasan makna. Ketegasan makna dapat dilakukan dengan meletakkan bagian yang hendak ditonjolkan itu kebagian depan kalimat, membuat urutan kata-kata yang bertahap, membuat pengulangan secara proposional, membuat pertentangan atas ide yang ditonjolkan, dan menggunakan beberapa partikel penegas atau penekanan.
Kalimat efektif dalam bahasa jurnalistik juga harus memiliki ciri kehematan. Kalimat yang hemat dengan kata-kata, yang tidak berputar-putar dan yang tidak bertele-tele, cenderung akan semakin tajam digunakan untuk menyampaikan sebuah ide atau gagasan. Dalam rangka kehematan kata-kata ini beberapa cara dapat dilakukan, misalnya (1) menghilangkan pengulangan subjek, (2) menghilangkan superordinat, (3) menghindarkan kesinoniman, (4) tidak menggunakan bentuk jurnal yang persis sama. Kecermatan penalaran adalah kehati-hatian dalam menyusun kalimat sehingga hasilnya tidak menimbulkan tafsiran ganda. Kecermatan itu tentunya tidak terlepas dengan kepaduan gagasan pesan yang disampaikan, sehingga dapat diterima secara utuh dan logis oleh pembaca (Rahardi, 2010:53—54).

e. Judul Berita
Kekhasan prinsip di dalam merumuskan judul berita itulah yang pada gilirannya akan membuat media yang bersangkutan dapat diterima oleh pasar dengan baik atau tidak.Menurut Rahardi (2010:135—136) ada beberapa prinsip umum di dalam penulisan sebuah judul berita lazimnya dapat dinyatakan sebagai berikut.
1)Rumusan judul berita yang baik dan benar lazimnya diambilkan dari lead atau teras berita dan rumusan judul itu harus dapat mencerminkan isi beritanya. Rumusannya relatif, kreatif, inovatif, dan kadang-kadang bombastis.
2)Rumusan judul artikel opini/feature/dialog tidak sama dengan rumusan judul berita. Judul artikel diambil dari intisari tulisan, karena artikel tidak memiliki teras berita atau lead.
3)Rumusan judul yang baik harus memperhatikan diksi atau pilihan kata yang tepat. Bahasanya harus memikat dan menarik, tetapi tidak boleh menimbulkan salah tafsir atau penafsiran yang ganda (ambigu).
4)Sesuai dengan kaidah penulisan judul di dalam peraturan umum ejaan yang disempurnakan, huruf pertama kata-kata dalam judul itu harus dikapitalisasikan, kecuali untuk kata-kata tugas seperti konjungsi, preposisi.
5)Jika judul terasa terlalu panjang, judul tulisan itu harus dipisah menjadi dua bagian. Jadi ada judul utama dan ada pula judul tambahan. Judul tambahan dapat lebih panjang daripada judul utama.
6)Rumusan judul dalam berita biasanya diupayakan meggunakan kata-kata yang sifatnya aktif. Bentuk-bentuk yang sifatnya pasif dapat juga digunakan apabila pemakain itu lebih kuat dan lebih bermakna.
7)Rumusan judul dalam berita hendaknya menggunakan kata kerja dan susunan judul itu tidak menggunakan konstruksi inversi. Sehinggga judul itu mudah ditangkap oleh para pembacanya.
8)Jika rumusan judul dimulai dengan angka, kata pertama yang mengikutinya harus ditulis dengan menggunakan huruf awal kapital. Jadi kapitalisasi baru dilakukan pada kata pertama setelah angka tersebut.

f. Teknik Penulisan Berita
Proses menulis berita bukanlah suatu hal yang mudah. Menurut Putra (2006:46-49) ada delapan teknik yang harus diikuti untuk dapat menulis berita yang baik.
1)Berpikir terlebih dahulu, baru Anda menulis.
Sebelum menulis kita harus mempunyai ide terlebih dahulu, sehingga disaat-saat menulis kita tidak akan menemui kebuntuan. Ide yang sudah ada dalam pikiran akan membantu kelancaran dalam penulisan.
2)Tanamkan dalam pikiran Anda bahwa menulis untuk pembaca.
Kita harus selalu berpikir bahwa tulisan yang kita buat bukanlah untuk diri sendiri melainkan untuk pembaca. Untuk itu hindarilah kata-kata yang jauh dari dalam kemanpuan dan dunia pembaca.
3)Menulis dengan tujuan untuk mengungkapkan.
Kita harus biasa menyampaikan sesuatu yang rumit menjadi sederhana dan mudah dimengerti. Dengan mudahnya sebuah informasi dipahami maka akan membuat pembaca lebih tertarik untuk terus membacanya sampai selesai. Dan sebaliknya informasi yang mudah jika disampaikan dengan rumit maka akan menimbulkan kebosanan pada pembaca.
4)Gambaran kata/terminologi yang akrab bagi pembaca.
Kita menulis untuk orang lain untuk itu kita harus mempertimbangkan setiap kata yang kita gunakan untuk berkomunikasi. Kata-kata yang kita gunakan harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat pembaca. Kecerobohan dalam menggunakan kata-kata akan menjadikan berita yag kita tulis menjadi asing bagi pembaca dan menimbulkan kesan membosankan.
5)Hindari kata-kata yang tidak menambah arti kalimat.
Kata-kata yang tidak menambah arti kalimat sebaiknya kita hindari karena merupakan pemborosan. Pemborosan kata akan menyebabkan kalimat berbelit-belit dan biasa menimbulkan arti ganda sehingga pembaca akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membaca berita tersebut.
6)Gunakan kalimat yang sesingkat mungkin
Kita harus menggunakan kata yang sederhana dalam kalimat, sehingga pembaca tidak perlu mengulang dua kali dalam memahami isi bacaan. Pengulangan dalam membaca akan menimbulkan kesan bahwa berita yang ditulis tidak menarik dan hanya menghabiskan waktu saja.
7)Buatlah paragraf singkat.
Berikan perhatian khusus pada paragraf pembuka dan paragraf penutup, paragraf pembuka untuk menarik perhatian dan paragraf penutup untuk meninggalkan kesan. Perhatian pembaca terhadap suatu berita akan memotivasi dirinya untuk mengetahui akhir dari berita tersebut.
8)Gunakan kata kongkret dan terukur.
Kata-kata yang abstrak cenderung memancing orang berpikir keras, sedangkan kata yang kongkret memudahkan orang mengidentifikasi. Oleh karena itu kita harus benar-benar memilih kata-kata konkret untuk menyampaikan informasi yang telah kita peroleh.

g.Pengukuran Keterampilan Menulis Berita
Langkah yang harus diperhatikan dalam melakukan pengukuran terhadap tingkat keterampilan siswa dalam menulis berita adalah memahami kriteria penilaian berita tersebut, yaitu (1) kelengkapan isi berita (mengandung 5W+H), (2) keruntutan pemaparan (isi urut dan jelas sehingga mudah dipahami), (3) penggunaan kalimat (singkat dan jelas), (4) kosakata yang digunakan bahasa yang tepat, (5) ketepatan penggunaan ejaan dalam berita, dan (6) kemenarikan judul (Depdiknas dalam Tabrani, 2011:17).


2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Belajar adalah modifikasi perilaku melalui pengalaman. Belajar adalah suatu proses kegiatan, bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami proses belajar, bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan perilaku. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan sifat sosial diri siswa karena mereka saling mendengarkan argumantasi teman, menerima pendapat temannya dan merasa bertanggung jawab terhadap temannya.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2011:202). Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk diri sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Kemudian siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan dapat melakukannya dengan seorang diri.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkin guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih efektif daripada oleh guru (Rusman, 2011: 203—204).
Menurut Trianto (2009:56) pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstuktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian Suprijono (2009:54) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 4—6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemanpuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif diantaranya sebagai berikut. (a) kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran kooperatif, (b) jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil, sehingga hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton, (c) kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif, (d) kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran, terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan sebagai berikut. (a) Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, (b) Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelompok merupakan kelompok heterogen, (c) diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif, (d) meninggalkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber, (e) mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif adalah model yang dapat mengajak siswa belajar secara berkelompok dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon siswa dalam pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Strategi pembelajaran kooperatif dapat menghidupkan suasana kelas dan dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara fisik dan mental. Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar berkelompok, berarti mereka mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan pikiran, baik mengemukakan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar kooperatif ini, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental, akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan, sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Rusman (2011:207—208) karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut.
1)Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus manpu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2)Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen mempunyai tiga fungsi, yaitu (a) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan, (b) fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif, (c) fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.
3)Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4)Keterampilan bekerja sama
Kemanpuan bekerja sama itu dipratikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup beriteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja sama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Muslim Ibrahim dalam Rusman, 2011:208). Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan/atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.

c. Langkah dan Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Trianto (2009:66—67) dan Rusman (2011:211) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.
Tabel I
Langkah-Langkah Model Pembelajarn Kooperatif

Fase/Tahap Tingkah laku guru
Fase I
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Dalam model pembelajaran kooperatif, ada enam jenis model pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kooperatif di kelas. Keenam jenis itu adalah model STAD ( Student Teeam Achievement Division), model jigsaw, model Investigasi Kelompok (Group Investigation), model Make a Match (Membuat Pasangan), model TGT (Team Games Tournaments), model struktural (Rusman, 2011:213—225).

3. Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Berita
Menulis merupakan suatu proses perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, pelatihan, keterampilan-keterampilan khusus. Menulis berarti menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan dengan jelas, dan ditata secara menarik. Keterampilan menulis tidak akan datang sendiri, hal itu menuntut pelatihan yang cukup dan teratur serta pendidikan yang terprogram (Ramlan, 2007:9).
Kegiatan pembelajaran diawali dengan apersepsi, siswa dikondisikan untuk siap mengikuti proses pembelajaran. Guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai tujuan pembelajaran serta manfaat serta manfaat yang akan diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Setelah siswa siap menerima pelajaran menulis teks berita, guru membagikan contoh teks berita kepada masing-masing kelompok untuk diamati dan dipelajari. Dalam mengamati contoh tersebut, siswa dituntut untuk menemukan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dirumuskan, kemudian berdiskusi dengan kelompoknya. Unsur-unsur tentang berita yang telah mereka temukan dari contoh mereka analisis dan dituliskan pada kertas dan dibacakan di depan kelas untuk mendapatkan masukan dari teman dan guru. Setelah disajikan di depan kelas, hasilnya ditempelkan, hasilnya ditempelkan di dinding kelas agar siswa dari kelompok lain dapat membacanya.
Kegiatan yang selanjutnya adalah siswa menulis berita dengan tema bebas yang sesuai dengan realita yang ada. Mereka dapat membuat berita dengan mengingat berita-berita yang ada di televisi atau berita yang ada di surat kabar. Berita yang telah ditulis disajikan di depan kelas untuk ditanggapi teman yang lain. Berdasarkan masukan teman dan guru, siswa melakukan perbaikan terhadap berita yang telah ditulis. Agar hasil karyanya dapat dilihat oleh teman-temannya yang lain, berita yang telah dibuat ditempelkan di dinding kelas. Hasil tulisan siswa yang berupa berita dinilai oleh guru untuk mengetahui sampai di mana keterampilan siswa dalam menulis berita.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru kelas. Menurut Suprijono (2009:46) model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Di dalam proses belajar dan mengajar banyak model pembelajaran yang digunakan sesuai dengan materi yang diajarkan. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat tahap-tahap dalam penyelenggarakan. Tahap pertama siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.Pembentukan kelompok-kelompok siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Model pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil (Rusman, 2011:218).
Suprijono (2009: 89—91) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Misal, topik yang disajikan adalah metode penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari.Misal, topik yang disajikan adalah metode penelitian sejarah, karena topik ini terdiri dari konsep heuristik, kritik, interpretasi, historiografi, maka kelompok terbagi menjadi 4.Jika dalam satu kelas ada 40 orang, maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang.Keempat kelompok itu adalah kelompok heuristik, kelompok kritik, kelompok interpretasi, dan kelompok historiografi.Kelompok-kelompok ini disebut kelompok asli.
Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Kelompok heuristik akanmenerima materi tekstual dari guru tentang heuristik. Tiap orang dalam kelompok heuristik memiliki tanggung jawab mengkaji secara mendalam konsep tersebut. Demikian pula kelompok kritik, tiap-tiap orang dalam kelompok ini mendalami konsep kritik, demikian seterusnya. Seni berikutnya, membentuk kelompok ahli.Jumlah kelompok ahli tetap 4. Setiap kelompok ahli mempunyai 10 anggota yang berasal dari masing-masing kelompok asal. Karena jumlah anggota setiap kelompok asal adalah 10 orang, maka aturlah sedemikian rupa terpenting adalah disetiap kelompok ahli ada anggota dari kelompok asal yang berbeda-beda tersebut. Dalam satu kelompok ahli ada anggota dari kelompok heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Setelah terbentuk kelompok asli berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka memahami topik metode penelitian sejarah sebagai pengetahuan yang utuh yaitu merupakan pengetahuan struktur yang mengintegrasikan hubungan antar-konsep heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.Setelah diskusi di kelompok ini selesai, selanjutnya mereka kembali ke kelompok asal. Artinya, anggota-anggota yang berasal dari kelompok heuristik berkumpul kembali ke kelompoknya yaitu kelompok heuristik, dan seterusnya.Setelah mereka kembali ke kelompok asal berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari hasil berdiskusi di kelompok ahli.
Menurut Rusman (2011:217) arti jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekarja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Kemudian untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok yang heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang efektif untuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat kelompok-kelompok itu. Jika siswa dibebaskan membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang sangat disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam kemampuan.
Model pembelajaran kooperatif jenis jigsaw adalah strategi belajar kooperatif di mana setiap siswa menjadi seorang anggota dalam bidang tertentu. Dalam model kooperatif jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain. Model jigsaw dapat digunakan secara efektif di tiap level di mana siswa telah mendapatkan keterampilan akademis dari pemahaman, membaca maupun keterampilan kelompok untuk belajar bersama. Jenis materi yang paling mudah digunakan untuk pendekatan ini adalah bentuk naratif seperti ditemukan dalam literatur, penelitian sosial membaca dan ilmu pengetahuan. Materi pelajaran harus mengembangkan konsep daripada mengembangkan keterampilan sebagai tujuan umum.
Pada dasarnya jigsaw ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil.Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtropik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang. Sejalan dengan pendapat Rusman (2011:217) siswa-siswa bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya. (1) belajar dan menjadi ahli dalam subtropik bagiannya, (2) merencanakan bagaimana mengajar subtropik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu, siswa tersebut kembali lagi ke kelompoknya masing-masing sebagai “ahli” dalam subtropiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtropik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtropik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
Kemudian Rusman (2011:218) menjelaskan langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. (1) siswa dikelompokkan dengan anggota + 4 orang, (2) setiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda, (3) anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli), (4) setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai, (5) tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi, (6) pembahasan, (7)Penutup. Pembelajaran model jigsaw ini dikenal dengan kooperatif para ahli.Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, disebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.
Langkah-langkah model pembelajaran jigsaw menurut Trianto (2009:73) adalah sebagai berikut. (1) siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5—6 orang), (2) materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa subbab, (3) setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang disampaikan mengenai ekskresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajari ginjal, siswa lain dari kelompok satunya mempelajari tentang paru-paru, begitu pun siswa lainnya mempelajari kulit, dan lainnya lagi mempelajari hati, (4) anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya, (5) setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya. (6) pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru, antara lain: (1) bahan diskusi, (2) Lembar Kerja Siswa (LKS), dan (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sistem evaluasi pada jigsaw sama dengan sistem tipe STAD, yaitu pemberian skor nilai baik secara individual maupun kelompok. Dalam jigsaw ini setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan dan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut didiskusikan mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.


DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi.dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Iskandar Muda, Deddy. 2008. Jurnalistik Televisi : Menjadi Reporter professional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kasumaningrat. 2009. Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakrya.

Mukhtar. 2007. Pengajaran Remedial: Teori dan Penerapannya dalam Pembelajaran. Jakarta: PT. Nimas Multima.

Muslich, Masnur. 2009. KTSP; Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara

Moleong, Lexi. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexi. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasoetion, Noehi dan Suryanto, Adi. 1990. Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.

Putra, R. Masri Sareb. 2006. Teknik Menulis Berita dan Feature.Jakarta Gramedia.

Rahardi, Kunjana. 2010. Dasar-Dasar Penyuntingan: Bahasa Media. Yogyakarta: gramata.

Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC

Ridwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rusman, 2011.Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta:Raja Wali Pers.

Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.

Salim, Peter dkk.2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press.

Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi, produk, dan Kode Etik. Bandung: Cendikia

Tabrani. 2011. “Peningkatan Keterampilan Menulis Berita dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 3 Bantan Kabupaten Bengkalis”. Tesis tidak Diterbitkan. Padang: Program Pascasarjana FKIP UNP.

Trianto.2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Silberman, Melvin L. 2010. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar