Selasa, 06 Desember 2011

LAPORAN BACAAN (MEMBACA SATRA; Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi)

A. Pendahuluan
Membaca merupakan suatu aktivitas penting. Melalui kegiatan itu kita dapat memperoleh suatu gagasan. Melalui kegiatan itu juga kita akan dapat memperoleh kesimpulan dan berbagai pandangan dari pengarang melalui bukti tertulis itu. Cara atau kegiatan lain dapat juga dipakai untuk mencapai tingkat pemahaman tentang sesuatu walaupun cara itu kurang efektif jika dibandingkan dengan membaca. Pakar-pakar membaca menyebutkan tentang adanya sebuah pendapat yang mengatakan tidak semua pemahaman tentang sesuatu diperoleh dari kata-kata yang ditulis. Dengan kata lain, pemahaman tentang sesuatu dapat saja diperoleh dari kata-kata lisan atau dari pengamatan terhadap objek yang bersangkutan. Namun demikian mereka mengakui juga bahwa mendapatkan pemahaman tentang sesuatu dengan cara seperti itu tidaklah mencukupi. Kegiatan yang sangat penting yang dapat digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih banyak adalah membaca.
Merupakan suatu kebenaran bahwa untuk mendapatkan sesuatu dengan jalan membaca akan mengeluarkan pengorbanan tertentu. Setiap kegiatan yang harus kita lakukan untuk memperoleh bahan bacaan (objek membaca) itu merupakan salah satu sisi pengorbanan yang dimaksud. Terkadang orang melakukannya dengan cara meminjam, membeli, atau dengan cara yang tidak etis. Tidak sedikit pula pembaca yang mengalami kesulitan guna memahami bacaan. Hal ini merupakan pengorbanan lain bagi pembaca. Banyak orang beralasan, belum membaca suatu bacaan karena dihadapkan kesibukan yang tidak pernah habis-habisnya, tidak ada waktu untuk membaca.
Dalam laporan bacaan ini pembaca membaca buku yang berjudul “Membaca Sastra; Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Dikarang oleh Melani Budiman dan kawan-kawan. Penerbit Indonesia Tera. Terbit pada tahun 2003 cetakan kedua bulan September. Kota penerbit Magelang: Indonesia Tera. Tebal buku 156 halaman; 21 cm. Perancang sampul W. Ida Lazarti. Perwajahan; Saka Weda.
Garis besar isi buku ini adalah pertama, Kata Penagantar yang berisikan tentang hasil kerja sama dalam membentuk sebuah karya yang ditulis mereka dan berharap agar para pembaca (mahasiswa) diberbagai jurusan dan program studi memiliki keahlian dan pengetahuan yang kurang lebih setara setelah mereka menyelesaikan mata kuliah pengantar tersebut. Kemudian penulis berharap penyempurnaan dalam segala aspek akan terus dilakukan, dan masukan serta saran dari para pengguna buku ini akan sangat bernilai bagi proses tersebut. Kedua, Daftar Isi yang berisikan judul-judul dan subjudul-subjudul pada setiap bab dan sudah disediakan halaman judulnya. Ketiga, dari halaman 3—23 berisikan (berjudul) tentang SASTRA; Sastra itu Apa?, Sastra: Antara Konvensi dan Inovasi, Fungsi Sastra, Produksi dan Reproduksi Sastra. Ketiga, dari halaman 31—58 berisikan (berjudul) PUISI; Puisi itu Apa? Unsur-unsur Pembangun Puisi, Aneka Ragam Puisi. Keempat, dari halaman 77—89 berisikan (berjudul) PROSA; Prosa: Struktur Narasi, Unsur-unsur Prosa: Tokoh, Latar, Alur. Struktur Penceritaan/Penuturan. Kelima, dari halaman 95—111 berisikan (berjudul) DRAMA; Hakikat Drama, Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik, Pengkategorian Drama. Keenam, dari halaman 119—156 berisikan (berjudul) CATATAN UNTUK MENGAJAR; Catatan untuk Pengajar Sastra, Catatan untuk Pengajar Puisi, Catatan untuk Pengajar Prosa, Catatan untuk Pengajar Drama. Ketujuh, Daftar Pustaka yang berisikan rujukan-rujukan bagi penulis dalam menulis karyanya. Kedelapan, DAFTAR ISTILAH yang berisikan tentang kata-kata sulit yang harus dijelaskan dalam daftar tersebut, sehingga pembaca mudah memahami kata-kata tersebut. Kesembilan, LAMPIRAN yang berisikan hasil karya-karya para penulis seperti Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis, Clara karya Seno Gumira Ajidarma, Surat Kepada Anak-Anak yang Memilih untuk Diam dalam Kepatuhan karya Karlina Leksono-Supelli, Tanah Sang Raksasa karya Dwi Setyawan, Pakaian dan Kepalsuan karya Achdiat K. Miharadja. Kesepuluh, BIODATA PENULIS yang berisikan tentang pendidikan dan karya-karyanya yang sudah berhasil ditulisnya.

B. Bagian Buku yang dibaca
(Bab IV: Drama dan Bab V: Catatan Untuk Pengajar)
 Bab 1V: Drama
1) Hakikat Drama
Tahap awal dalam mengenal hakikat drama ini penulis langsung menjelaskan apa itu drama atau pengertian drama. Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh. Kemudian penulis mengenalkan sastra ini yaitu drama adalah dengan memberikan contoh-contoh terlebih dahulu. Kemudian setelah mahasiswa membaca dan memahami isi drama tersebut, mahasiswa itu akan mengerti sendiri hakikat drama dan mengetahui bahwa drama itu tidak hanya dipentaskan di atas panggung yang diperankan oleh tokoh masing-masing. Akan tetapi ada pula drama itu yang hanya dibaca yang di sini lazim disebut sebagai closet drama atau “drama baca” dalam istilah Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa sebuah pementasan drama tidak selalu berdasarkan sebuah naskah atau teks drama.
Dalam bab ini penulis juga mengenalkan tentang sejarah singkat “drama dan teater”. Tujuan penulis memperkenalkan sejarah drama ini agar pembaca mengetahui asal dari istilah drama dan teater tersebut, mengapa drama dan teater itu bisa muncul dalam kehidupan ini. Mengapa drama dan teater berbeda. Pada masa siapa dikemukakan drama dan teater ini. Dan dari kebudayaan atau tradisi mana asal kata drama dan teater ini muncul. Drama dan teater ini datang dari khazanah kebudayaan barat. Asal kedua istilah ini adalah dari kebudayaan atau tradisi bersastra Yunani. Drama dan teater ini muncul dalam upacara keagamaan dan dijadikan pemujaan terhadap dewa. Menurut sejarahnya teater dimaksudkan sebagai ‘gedung pertunjukan, panggung’, atau ‘publik, auditorium’ pada zaman Herodotus (490-424 SM), dan ‘karangan tonil’ sebagaimana disebutkan dalam kitab Perjanjian lama. Setelah mahasiswa mempelajari sejarah singkat drama tersebut, pengajar memberikan tugas kepada siswa.
Setelah Melani dan kawan-kawan menguraikan tentang hakikat drama; sejarah singkat drama, penulis juga memberikan kegiatan dan tugas kepada mahasiswa untuk mengetahui kemanpuan mahasiswa dalam memahami hakikat drama. Dalam kegiatannya mahasiswa disuruh melakukan kegiatan berkelompok melakukan diskusi menegenai kutipan drama yang mereka kerjakan. Tugas, pengajar memberikan tugas kepada mahasiswa menganalisis sebuah kutipan drama pada media masa; Pengajar menyuruh mahasiswa mencari cuplikan dari majalah bulanan Matra, No. 172, edisi bulan November 2000, berjudul “Addie M.S.: Gus Dur dan Aku Satu Aliran”, mahasiswa disuruh memberikan alasan mengapa kutipan tersebut sama dengan sebuah teks drama, akan tetapi mengapa kutipan ini tidak mungkin dikatan drama?

2) Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik
Setelah mempelajari hakikat dan sejarah singkat drama, pengajar memperkenalkan karakteristik drama, elemen drama, dan sarana dramatik. Pada subbab ini penulis tidak langsung membuat definisinya, akan tetapi mengajak pembaca memahami apa yang diuraikan panjang lebar dalam buku ini. Kemudian memberikan contoh pementasan drama/petunjuk pemanggungan. Contoh tersebut dituliskan dalam buku itu, hingga para pembaca tahu teks drama yang dibacanya. Melani dan kawan-kawan menjelaskan bahwa pementasan drama sangat banyak yang tidak didasarkan pada karya drama tertentu, melainkan berdasarkan novel, cerpen, puisi, atau bahkan lagu. Dalam pementasan drama, sebelumnya ada yang namanya penciptaan karya drama yang disebut dengan “cakapan dan dialog” adalah suatu drama yang telah disediakan oleh penulisnya agar cerita atau kisah yang ditampilkan itu nantinya berujud suatu percakapan yang diujarkan oleh para pemain sehingga pendengar atau penonton (audience) dapat mengikuti alur cerita melalui apa yang mereka dengar. Pada intinya dalam subbab ini penulis mencerminkan bagaimana karakter masing-masing tokoh dalam pementasan drama/petunjukan drama.
Drama mempunyai alur, tokoh-tokoh dan kerangka situasi cerita yang saling menunjang satu sama lainnya, ini adalah elemen-elemen karya drama pada prosa. Melani menjelaskan bahwa prosa dalam karya sastra drama cendrung lebih mengutamakan alur dari pada tokoh-tokohnya. Prosa ini lebih mengutamakan narasi. Dalam subbab ini penulis menjelaskan sifat alami drama. W.H. Hudson (1958) mengemukakan adanya dua jalur pendapat, yaitu (a) alur lebih dipentingkan, sedangkan tokoh hanya untuk mengisi dan menyelesaikan alur itu, dan (b) tokoh yang lebih penting, sedangkan alur hanya dipergunakan untuk mengembangkan tokoh. Melani juga menjelaskan bahwa drama yang baik itu harus selalu memperlihatkan adanya konflik-konflik. Dalam buku ini Melani dan kawan-kawan secara mendalam menjelaskan bagaimana tentang karakteristik drama, elemen-elemennya, kemudian dalam elemen-elemen itu diperjelas lagi sifat-sifat drama dan konflik-konflik. Sehingga para pembaca ketika ingin mementaskan sebuah drama sudah tahu aturan mainnya untuk mementaskan drama dengan baik. Semakin banyak konflik dalam naskah drama yang akan ditampilkan maka semakin baiklah drama tersebut. Dalam buku Melani dan kawan-kawan memberikan penjelasan tentang hidupnya sebuah drama yang akan dipentaskan maka penulis memanfaatkan berbagai sarana dramatik, yaitu dengan monolog, solilokui, dan sampingan. Selain memberikan pengetahuan tentang karakteristik, elemen drama, dan sarana dramatik, pengajar memberikan tugas agar masing-masing mahasiswanya terlatih dan mahir dalam praktiknya di lapangan nanti. Mahasiswa diberi tugas untuk menonton sebuah pementasan drama atau sinetron. Kemudian mencatat hal-hal penting dari pementasan drama atau sinetron itu. Seperti unsur intrinsik dan ekstrinsiknya. Mahasiswa juga disuruh membuat laporan tentang drama atau sinetron yang sudah ditontonnya. Selain memberikan tugas, pengajar juga memberikan kegiatan kepada mahasiswa secara berkelompok untuk mendiskusikan dalam memerankan sebuah drama.
Subbab yang terakhir adalah pengkategorian drama. Dalam subbab pengkategorian ini sepertinya melanjutkan penjelasan dari karakteristik drama secara mendalam. Dijelaskan dalam uraian itu secara mendalam bagaimana sebuah drama itu dipentaskan dengan baik sebelum dilaksanakan. Kemudian sudah ada penjelasan-penjelasan dari pengkategorian drama itu. Dalam subbab ini dijelaskan tentang bentuk-bentuk drama yang akan nantinya dipentaskan oleh para tokoh pemain. Dengan mengetahui bentuk drama ini para pemain drama bisa membedakan drama yang akan dimainkan sesuai dengan karakter mereka masing-masing. Pada subbab ini dituliskan terlebih dahulu bentuk-bentuk drama itu. Kemudian baru dijelaskan satu persatu bentuk-bentuk drama itu secara rinci.
Adapun bentuk-bentuk drama itu adalah tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce. Trgedi adalah sebuah drama yang ujung kisahnya berakhir dengan kedukaan dan dukacita. Sebaliknya komedi berakhir dengan sukacita. Tragikomedi adalah drama yang merupakan panduan dua kecendrungan emosional yang sangat mendasar bagi diri manusia. Sedangkan melodrama berasal dari alur opera yang dicakapkan dengan iringan musik. Kemudian bentuk drama yang terakhir adalah farce yang secara umum dapat dikatakan sebagai sebuah sajian drama yang bersifat karikatural. Sebagai kisahan, ia bercorak komedi, tetapi gelak yang muncul itu sendiri ditampilkan melalui ucapan dan perbuatan. Dalam konteks masa kini, banyak yang menyamakan farce dengan ‘komedi situasi” disejumlah tayangan televisi. Pengajar memberikan tugas kepada mahasiswanya untuk menganalisis karya drama dan membuat naskah drama yang dikembangkan dari genre sastra lain.

 Bab V: Catatan untuk Pengajar
1. Pengertian Sastra
Tahap awal catatan untuk pengajar dalam buku ini adalah menjelaskan pengertian sastra. Melani dan kawan-kawan mengajak mahasiswa untuk mengetahui pengertian sastra bukan dengan cara yang biasa (dijelaskan) tetapi melalui pertanyaan mendasar “sastra itu apa?” yang mana nanti mahasiswa itu sendiri yang akan menjawabnya langsung. Di sini juga dijelaskan kalau mengajar itu bukanlah berfungsi sebagai orang yang paling tahu segala-galanya, tapi melainkan sebagai fasilitator. Kegiatan pertama yang dapat dilakukan mahasiswa untuk menetukan pengertian sastra itu adalah memahami antara teks sastra dengan teks ilmiah kemudian membandingkannya. Pengajar biasa langsung menyodorkan kepada mahasiswa contoh karya ilmiah dan contoh karya sastra. Dengan demikian mahasiswa yang langsung aktif menemukan pengertian tersebut.
Pengertian sastra dalam kegiatan ini dapat ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri melalui prinsip keabsahan penafsiran makna, mahasiswa bebas untuk memberikan makna yang absah, di sini pengajar tidak boleh mentertawakan jawaban yang aneh. Kemudian barulah nanti pengajar mengajak mahasiswa untuk menentukan jawaban mana yang dapat diterima. Selanjutnya mahasiswa juga diajak untuk melihat makna ganda pada sebuah karya sastra, dengan membaca contoh karya sastra maka mahasiswa diharapkan biasa menyimpulkan bahwa sastra memiliki lebih dari satu makna tergantung dari sudut mana menafsirkannya.
Setelah mahasiswa memahami karakteristik sastra dari segi makna, kegiatan selanjutnya adalah mahasiswa membandingkan sendiri antara karya sastra dengan karya ilmiah yang dilihat dari segi makna, dan bahasa yang digunakan pada kedua jenis karya tersebut. Sebagai kegiatan akhir, pengajar memberi tugas menemukan unsur sastra dalam kehidupan sehari-hari yang biasa dilihat pada teks iklan, buku harian, pidato, esai dan lain sebagainya. Buku ini juga memberikan catatan penting untuk pengajar bagaimana mengantarkan mahasiswa memahami perbedaan sastra dan non sastra yang bersifat relatif, artinya mahasiswa bisa melihat bahwa perbedaan sastra itu bisa disebabkan oleh budaya. Pengajar menyuruh mahasiswa membandingkan karya pengarang yang satu dengan pengarang yang lainnya, maka di sana mahasiswa akan menemukan perbedaannya. Kegiatan ini juga dapat dipakai untuk menunjukkan bahwa kemanpuan mengapresiasi sastra dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemanpuan mengolah kata dalam kehidupan sehari-hari.
Berikutnya buku ini juga menganjurkan pengajar untuk mengajak mahasiswa menentukan fungsi sastra itu sendiri. Tentu setelah mahasiswa membaca beberapa contoh karya sastra. Dengan demikian mahasiswa akan menemukan fungsi karya sastra itu untuk mendidik, menghibur, mengkritik, dan lain sebagainya. Sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya. Selain menentukan fungsi sastra, dalam buku ini juga menjelaskan bagaimana pengajar memancing mahasiswa untuk menciptakan karya sastra yaitu dengan cara memahami komponen dalam produksi dan reproduksi karya sastra yang terdiri atas pengarang, karya sastra, pembaca, penerbit, kritikus, pemerintah, dan lembaga-lembaga pndidikan yang terkait dengan apresiasi dan reproduksi karya sastra tersebut.
Agar mahasiswa dapat menggunakan berbagai variasi dalam menciptakan karya sastra, pengarang dalam buku ini memberikan tips kepada pengajar dalam metode belajar-mengajar yaitu dengan cara mengundang pembicara tamu atau mengatur pemutaran video. Setelah mahasiswa mengerti betul tentang hakikat sastra, maka selanjutnya adalah bagaimana pengajar memberikan penjelasan tentang bagian-bagian dari sastra.

2. Puisi itu apa?
Pada subbab ini pengarang mengajak pengajar bagaimana cara mendefinisikan puisi tersebut. Di sini pengarang tidak menjelaskan defenisi puisi secara langsung, melainkan dengan cara memberikan kepada mereka teks-teks yang bersifat puitis yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya: lirik lagu, iklan, surat cinta dan sebagainya. Setelah itu pengajar meminta komentar tentang teks-teks yang telah disajikan, dan barulah sesudah itu secara bersama menyimpulkan secara bersama pengertian puisi tersebut. Tahap berikutnya adalah pada kegiatan mahasiswa. Di tahap ini pengajar biasa membentuk mahasiswa menjadi beberapa kelompok, kemudian mereka menampilkan sebuah karya sastra yang di dapat dari berbagai teks yang telah ada. Baik dari lirik lagu, surat cinta maupun dari teks yang lainnya yang ada unsur puitisnya. Setelah itu masing-masing kelompok mendiskusikan makna-makna yang terkandung dalam teks tersebut sesuai dengan bahasa kepuitisannya. Kemudian barulah masing-masing kelompok tampil ke depan, dan kelompok yang lain mengomentari dan memberikan masukan yang tepat. Barulah untuk tahap akhir, mahasiswa di beri tugas untuk menentukan unsur-unsur puitis pada puisi yang telah disediakan. Tugas ini dikumpul pada akhir semester. Tugas ini dilakukan boleh berkelompok atau individual.
Buku ini juga memberikan penjelasan kepada pengajar bagaimana cara menjelaskan unsur-unsur pembangun puisi. Di sini peran pengajar lumayan besar, dilihat dari berbagai unsur-unsur yang ada dalam sajak. Pada sejumlah sajak yang ada, istilah-istilah yang berkaitan dengan gaya bahasa, dan bunyi yang harus dikuasai mahasiswa, kemudian juga ada berbagai istilah penting lainnya yang juga harus dikuasai. Pengajar harus rajin melihat daftar istilah asing untuk membantu mahasiswa.Pangajar dianjurkan dapat memberikan contoh-contoh sederhana dari latar belakang bahasa asing baik dari bahasa Manca Negara maupun bahasa daerah yang ada di Indonesia. Selain itu pengajar juga memberikan sedikit defenisi-defenisi yang bersifat nonintrinsik yang hal ini perlu diketahui oleh mahasiswa bahwa tidak hanya unsur intrinsik yang menentukan apakah sebuah karya itu dapat dikatakan sebagai puisi atau tidak.
Sebagai latihan ada tiga kegiatan yang dapat dilakukan oleh pengajar. Pertama mahasiwa dibentuk kelompok, kemudian mereka mencoba menemukan teks-teks yang di dalamnya terdapat gaya bahasa. Mereka dapat menandai dengan stabilo. Kepada pengajar jangan terlalu berharap akan kesempurnaan jawaban mahasiswa karena mereka baru dalam tahap belajar. Namun pada sisi yang lain, pengajar harus bersiap-siap dengan berbagai kejutan jawaban yang menarik dari mahasiwa yang cerdas. Setelah mereka mendapatkan berbagai informasi dari sajak yang mereka bahas, sekarang pengajar mengajak mereka ke dalam kelompok baru, usahakan dalam kelompok ini, masing-masing perwakilan dari kelompok lain ada. Berikutnya ada tahap kedua, pada kelompok yang baru mereka saling berbagi informasi dari apa yang mereka dapat pada kelompok sebelumnya. Setelah itu mereka ditugaskan untuk membuat ringkasan. Waktu yang diberiakan berkisar 30-40 menit. Pengajar berada pada garis belakang yang siap memberikan arahan dan bantuan yang diperlukan namun bukan jawaban. Kegiatan yang ketiga adalah mahasiswa mencari tahu teknik-teknik untuk menentukan unsur pembangun sastra dari kegiatan yang telah mereka lakukan.Untuk tugas, pengajar memberikan teks sajak kepada mahasiswa, kemudian mereka menentukan unsur-unsur pembangun puisi di dalamnya serta mereka juga harus menentukan maknanya juga. Berikutnya pengajar mengajak mahasiswa untuk melihat berbagai ragam puisi. Hal ini bertujuan agar mahasiswa mengenali barbagai ragam puisi dari berbagai latar belakang budaya dan zaman. Dengan ini, akan memperkaya pengetahuan mahasiswa tentang sejarah puisi dan mereka akan bertambah dalam pengetahuannya tentang puisi.
Selain puisi, ada genre sastra lain yang dibahas dalam buku ini yaitu prosa. Di sini pengajar juga diberi catatan-catatan penting ketika mengajarkan prosa tersebut kepada mahasiswa. Tugas pengajar dalam hal ini adalah bagaimana memperkenalkan salah satu genre sastra yang berbentuk cerita (kisahan) kepada mahasiswa, dan mahasiswa dapat membedakannya dengan puisi. Adapun tujuan dari pelajaran kali ini adalah bagaimana pengajar membiasakan mahasiswa membaca karangan prosa serta melihat unsur penting, kurang penting dan tidak penting yang membangun prosa tersebut (narasi) sehingga mahasiswa akan lebih mudah memahami cerita secara komprehensif.
Tugas utama pengajar yang dijelaskan dalam buku ini yaitu membawa mahasiswa membaca karangan prosa tidak melalui ringkasan, tetapi membaca secara keseluruhan. Karena dengan membaca secara menyeluruh maka mahasiswa akan memahami secara mendalam hal-hal apa saja yang terkandung di dalamnya khususnya dari segi keindahannya. Setelah mahasiswa mau membaca karangan prosa secara keseluruhan, maka tahap selanjutnya yang dilakukan oleh pengajar adalah memberikan kegiatan kepada mahasiswa. Pertama, mahasiswa dibentuk dalam kelompok, mereka mendiskusikan sebuah karangan prosa, mereka bebas memberikan argumentasi dan berdiskusi secara leluasa. Kedua, tunjuk sebuah kelompok untuk membuat ringkasan yang akan dipresentasikan kedepan. Ringkasan yang telah jadi ditampilkan oleh kelompok itu ke depan kelas, dan kelompok lain mengomentari dan memberikan masukan, sehingga ringkasan yang tepat mudah untuk didapat. Selanjutnya pengajar menyiapkan teks-teks prosa lain untuk dibahas oleh individu, pengajar juga. Seperti dongeng, dan catatan-catatan harian dan biasa juga unsur sastra yang didapat dalam surat kabar. Setelah itu mahasiswa ditugaskan untuk mencari berbagai istilah-istilah penting untuk menambah kekayaan bahasanya. Buku ini juga memberikan catatan penting kepada pengajar untuk mengajak mahasiswanya tidak hanya sekedar membaca tetapi mereka juga harus manpu menentukan unsur-unsur dalam prosa itu sendiri. Setelah mahasiswa membaca karangan prosa, maka mereka akan menemukan tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya baik tokoh utama maupun tokoh lainnya. Selain itu latar, alur, suasana cerita, amanat juga akan tergambar ketika mereka telah membacanya. Dengan demikian pengajar membimbing mahasiswa untuk berdiskusi tentang unsur-unsur tersebut. Sehingga mahasiswa akan memahami sendiri unsur-unsur yang membangun sebuah unsur prosa tersebut.
Setelah mahasiwa memiliki pengetahuan tentang unsur-unsur prosa, kini tibalah saatnya pengajar memberikan hal yang tidak kalah pentingnya yang ada dalam prosa, yaitu struktur penceritaan/penuturan. Dalam membaca karangan prosa, mahasiswa diharapkan manpu melihat sudut pandang penceritaannya. Di sini pengajar manpun membawa mahasiswa untuk melihat sudut pandang dalam sebuah cerita apakah menggunakan sudut pandang orang pertama atau malah pengarang memakai kata aku sebagai unsur imajinatif saja. Maka mahasiswa harus biasa membedakan antara pengarang dan pencerita. Untuk kegiatan, pengajar bisa menyuruh salah seorang mahasiswa untuk membacakan hasil laporan bacaannya ke depan kelas. Berikut pengajar membagi mereka menjadi beberapa kelompok dan mendiskusikan sudut pandang dari carita yang dibacakan. Pangajar bisa juga menyuruh mahasiswa menambah cerita yang lain. Baik perhatian pendengar terhadap keberagaman fenomena, termasuk menandai dari awal giliran penutur, suatu topik baru, penekanan khusus atau membandingkan, atau informasi baru. Brown dan asosiasi peduli dengan bagaimana penutur-penutur mengatur interaksi, dalam bagian ‘turn-taking’ dan penandaan topik dan bagaimana penutur-penutur menggunakan tingkatan nada untuk berinteraksi. Kemudian, kelihatannya ada hubungan dalam bahasa inggris antara permulaan dari suatu topik yang baru dalam tuturan dan pergantian menjadi lebih tinggi (lihat juga Menn dan Boyce 1982; Crutenden 1986: 129).
Kemudian dalam bab ini memperkenalkan kepada mahasiswa tentang hakikat drama. Pengajar tidak secara langsung menjelaskan hakikat drama (istilah drama dan teater), akan tetapi mahasiswa diberi kesempatan terlebih dahulu menjelaskan tentang drama. Beberapa mahasiswa diminta oleh pengajarnya untuk memberikan pendapat dan komentar berdasarkan pengetahuan yang selama ini telah dipahami. Pengajar tidak harus menuntut penjelasan ataupun pendapat mahasiswa itu betul semua. Tugas pengajar, jika penjelasan mahasiswa melenceng dari apa yang diharapkan, pengajar bertugas meluruskan pendapat tersebut. Begitu pula sebaliknya jika pendapat atau pun penjelasan mahasiswa telah mendekati pengertian yang logis dan benar secara substansial, maka pengajar cukup mengarahkan kepada pemahaman melalui contoh-contoh yang sesuai dengan khazanah sastra yang dikuasai pengajar. Kemudian jika pengajar memerlukan bantuan dalam menjelaskan pengertian drama dan teater, pengajar bisa merujuk kepada kamus istilah sastra. Untuk lebih lanjutnya agar pemahaman mahasiswa semakin meluas, pengajar perlu mencari beberapa contoh karya drama yang telah berulang kali dipentaskan dan sejumlah karya drama yang belum pernah sama sekali dipentaskan. Untuk kegiatan, pengajar memberikan kepada mahasiswa untuk secara sadar bahwa apa yang disebut “sinetron” dan film-film dibioskop sebagai varian saja dari “drama”. Kemudian pengajar memberikan tugas kepada mahasiswa untuk membandingkan kedua teks—drama dengan wawancara—secara bebas.Kemudian mahasiswa diminta untuk mengungkapkan pendapatnya atau pendapat kelompoknya yang diwakili oleh satu orang dari kelompok mereka masing-masing. Kemudian siswa ditugasi lagi untuk mencari beberapa buah drama, kemudian dipresentasikan pada perkuliahan minggu depan.
Kemudian pada bab ini dipelajari juga tentang karekteristik, elemen drama, dan sarana dramatik. Dalam subbab ini siswa tidak langsung diperkenalkan terlebih dahulu tentang karekteristik, elemen drama, dan sarana dramatik, akan tetapi diberi uraian-uraian, penjelasan-penjelasan, dan contoh-contoh drama. Kemudian mahasiswa dipaksa mencari contoh-contoh drama berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka atau pengetahuan mereka selama ini. Pengajar dapat memberikan penjelasan kepada mahasiswa bahwa dalam pementasan dan pengetahuan tentang drama itu ada tiga buah sarana dramatik yang sangat berperan penting dalam sebuah drama dan memperlihatkan keunikan, yaitu monolog, solilokui, dan sampingan. Setelah mempelajari karekteristik, elemen drama, dan sarana dramatik, guru memberikan tugas kepada mahasiswanya untuk melihat drama pementasan drama secara tekun kemudian mahasiswa direncanakan untuk mementaskan drama dengan mengundang sebuah kelompok drama di luar kampus maupun di dalam kampus. Pada subbab ini menjadi catatan pengajar agar termotivasi untuk lebih giat lagi memperdalam ilmu sastra dan tidak malas-malasan melihat pementasan drama yang bermacam-macam karakter agar pengetahuan lebih luas.
Subbab terakhir adalah mengenai Pengkategorian Drama. Pengajar di sini bertugas membicarakan lima jenis drama kepada mahasiswa agar mahasiswa bisa membedakan drama yang akan dipentaskannya dan bisa menyesuaikan dengan karakter seseorang. Lima jenis drama itu ialah tragedy, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce. Pengajar juga menjelaskan tentang penjadian drama dan faktor yang menunjang penjadian drama yang akan dipentaskan. Faktor penunjang itu adalah dengan melihat kondisi gedung kesenian, tradisi penonton, serta dana yang diperlukan untuk latihan pementasan drama. Berkenaan dengan tugas, pengajar memberikan tugas kepada mahasiswa secara individual mengapresiasikan sebuah karya drama atau sebuah pementasan drama dengan menekankan pada satu pokok persoalan saja, misalnya pada penokohan saja, kecendrungan tematiknya atau pola alurnya saja. Pada subbab ini catatan bagi pengajar agar bisa terampil percaya diri dalam mempraktikkan segala hal yang berkenaan dengan sastra khususnya drama.

C. Komentar Penulis Laporan
Buku ini (membaca sastra) karangan Melani dkk. ini dari segi isinya sangat bagus dan memenuhi keinginan pembaca dalam mempelajari dan memperdalam ilmu sastra. Seperti halnya mempelajari tentang puisi, prosa, dan drama. Bab dan subbabnya di atur secara sistematis, mulai dari pengertian/definisi sampai akhirnya apa yang termasuk dalam materi yang dijabarkan. Dalam buku ini penulis juga membuat catatan bagi guru sastra dalam mengajarkan muridnya bersastra dan praktiknya di lapangan. Buku ini juga memuat bab dan subbab secara umum dan terperinci, sehingga mudah bagi pembaca dalam memahami dari awal-akhir. Seperti halnya penulis mengenalkan tentang apa itu sastra? Sehingga para pembaca sebelum mengetahui puisi, prosa, dan drama itu mereka sudah mengetahui apa itu yang dikatakan dengan sastra. Kemudian penulis mengenalkan fungsi sastra itu apa? Sehingga para pembaca tidak merasa rugi membaca buku tentang sastra dan mempelajari ilmu sastra. Kemudian produksi dan reproduksi sastra. Melani dan kawan-kawan juga menuangkan ke dalam bukunya tentang apa yang dihasilkan oleh sastra/diproduksinya. Dengan adanya produksi ini pembaca merasa bermanfaat dalam membaca dan mempelajari buku ini.
Setelah Melani dan kawan-kawan memperkenalkan apa itu sastra? Barulah masuk kepada bagian-bagian dari sastra itu. Seperti puisi, prosa, dan drama. Materi tentang puisi, prosa, dan drama dalam buku ini penulis menjabarkannya secara mendalam. Puisi, pertama penulis mengenalkan kepada pembaca tentang apa itu puisi, kemudian kedua, unsur-unsur pembangun puisi, dan yang ketiga aneka ragam puisi. Agar seorang pengajar sastra mengetahui kemanpuan mahasiswa dalam memahami tentang puisi ini, penulis menyediakan tugas-tugas dalam buku “membaca sastra” ini. Prosa, penulis mengenalkan prosa langsung kepada struktur narasi, kemudian menenalkan tentang unsur-unsur yaitu mengenai tentang tokoh, latar, dan alur. Dan yang terakhir penceritaan/penuturan. Tak kalah pentingnya penulis juga membuatkan kegiatan-kegiatan dan tugas agar pengajar bisa mengetahui kemanpuan mahasiswa dalam memahami prosa. Drama, penulis memperkenalkan drama pertama kali kepada pembaca tentang hakikat drama, dalam hakikat drama ini penulis memperkenalkan pengertian/definisi, dan sejarah singkat drama. Kemudian karakter, elemen drama, dan sarana dramatik. Pada subbab ini penulis memperkenal karakter drama yang akan dipelajari dan dipentaskan di depan umum. Kemudian terakhir pengkategorian drama. Pada bab ini penulis memberika kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas agar mahasiswa terlatih dalam mengaplikasikannya di depan umum.
Bab yang terakhir adalah “catatan untuk pengajar”. Dalam catatan ini pengajar dituntut untuk mempelajari ilmu sastra seperti halnya puisi, prosa, dan drama agar lebih mahir mengajarkan kepada siswanya. Dalam catatan ini penulis memberikan semacam motivasi kepada pembaca (pengajar) agar mengajarkan ilmu sastra kepada siswa lebih baik dan terarah. Saya (pembaca) merasa buku ini sangat bagus dan sangat mendalam dalam mempelajari ilmu sastra khususnya tentang puisi, prosa, dan drama.
Pembaca, juga membaca buku tentang sastra yaitu berjudul “Teknik Pembelajaran Bahasa dan sastra sebagai bahan perbandingan. Buku ini dikarang oleh Suyatno. Penerbitnya adalah SIC. Cetakan pertama 2004. Ketebalan bukunya 153 halaman. Dilihat dari isi bukunya sama halnya dengan buku yang lain yaitu adanya kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan subbab materi yang akan dijabarkan. Kemudian daftar pustaka/rujukan.Dalam buku Suyatno (teknik pembelajaran bahasa dan sastra) ini jika penulis bandingkan dengan buku melani dkk. (membaca sastra) secara umum, buku Suyatno ini jika dilihat dari “Teknik pembelajaran Sastranya” siswa tidak diajarkan tentang apa itu puisi? akan tetapi tujuan dan cara menerapkan yang diajarkannya sehingga pembaca tidak mengetahui secara mendalam tentang puisi dan drama. Penulis hanya memperkenalkan. Pertama, siswa diperkenalkan “baca puisi secara serempak”, di sini siswa hanya mengetahui tujuan baca puisi serempak dan cara menerapkannya dalam praktik membaca puisi serempak. Kedua, pengajar memperkenalkan kepada siswa “baca puisi individu”. Di sini pengajar mengajarkan tentang tujuan baca puisi individu , alat yang diperlukan, dan cara menerapkannya. Ketiga, “melagukan puisi”. Pengajar mengajarkan kepada siswa tujuan, alat yang diperlukan, dan menerapkannya dalam melagukan puisi. Keempat, “memerankan puisi”. pengajar mengajarkan kepada siswanya tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan memerankan puisi di depan umum. Kelima, “menarasikan puisi”.pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan dan menerapkannya dalam pembelajaran puisi. Keenam, mengganti puisi. Pengajar mengajarkan kepada mahasiswa/siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan dalam mengganti puisi. Ketujuh, “menulis puisi berdasarkan lamunan”. Pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan menulis puisi berdasarkan lamunan. Kedelapan, “menulis puisi berdasarkan gambar”. Pengajar mengajarkan kepada mahasiswa/siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan menulis puisi berdasarkan gambar. Kesembilan, “menulis puisi berdasarkan cerita”. Pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan menulis puisi berdasarkan gambar. Kesepuluh, “menulis puisi berdasarkan cerita”. Pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan menulis puisi berdasarkan cerita. Kesebelas, “meneruskan puisi”.pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan meneruskan puisi. Kedua belas,”mengawali puisi”. Pengajar mengajarkan kepada mahasiswa/siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan mangawali puisi. Ketiga belas, “baca puisi berpasangan”. Pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang baca puisi berpasangan.
Bukan tentang puisi saja yang dijabarkan oleh Suyatno dalam bukunya, akan tetapi mengenai tentang drama ada juga. Dalam buku ini Suyatno menjabarkan materi tentang drama sama halnya dengan puisi. Suyatno tidak memberikan pengertian/definisi tentang drama akan tetapi dijabarkan secara langsung tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan drama baik melalui tulisan maupun lisan. Seperti pertama,”memerankan tokoh”. Pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan memerankan tokoh. Kedua, “membuat naskah drama”. Pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, adan cara menerapkan membuat naskah drama. Ketiga,”bermain drama”. Pengajar mengajarkan kepada siswanya tentang tujuan, alat yang digunakan, dan cara menerapkan bermain drama.
Dari kedua buku bacaan di atas (membaca sastra karangan Melani dkk. dan teknik pembelajaran bahasa dan sastra) dapat dijadikan perbandingan. Buku membaca sastra karangan Melani dkk.di lihat dari isinya memenuhi tuntutan pembaca dalam mempelajari ilmunya karena disajikan tentang definisi/pengertian kemudian baru dilanjutka kepada unsur-unsur puisi dan aneka ragam puisi. Dalam buku melani ini pembaca lebih mudah mengenali apa itu puisi, apa saja unsur-unsur puisi, dan keanekaragaman puisi. Sedangkan dalam buku Suyatno dijabarkan secara langsung mengenai puisi yaitu diperkenalkan tujuan, alat yang digunakan, cara menerapkan. Pembaca tidak mengetahui apa itu puisi dan yang bersangkutan di dalam puisi tersebut. Menurut pembaca dilihat dari segi isinya buku Suyatno ini memenuhi tuntutan secara mendalam bagi pembaca dalam memepelajari sastra tentang puisi, namun pengertian/definisi dari kajiannya belum ada. Begitu pula dengan drama, sama halnya dengan puisi tadi. Materi tentang drama juga dijabarkan seperti puisi dalam buku Suyatno ini. Sedangkan dalam buku Melani dijabarkan secara terperinci (mulai dari hakikatnya sampai pengkategorian drama.

D. Penutup
Buku “Membaca Sastra” karangan Melani dkk.ini sangat bagus dibaca oleh kalangan guru dan mahasiswa FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) dari program studi mana saja, yang lebih khusus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni pada jurusan Bahasa Indonesia dan juga bagi guru, dosen, dsb. Banyak pengetahuan yang bisa diambil dari buku ini khususnya bagi guru yang sudah mengajar. Sangat bermanfaat untuk dijadikan catatan-catatan penting agar terlatih dalam mempraktikan ilmu sastranya. Karena dalam ilmu sastra seperti puisi, drama dan lain sebagainya sangat banyak dipertunjukkan kepada khalayak ramai. Ketika pementasan drama misalnya, jika mahasiswa/siswanya berhasil mementaskan drama tersebut didepan khalayak umum, pengajarnya akan ikut bangga bahkan mengharumkan namanya (pengajar pada bidang studi tersebut), akan tetapi sebaliknya jika pementasan itu jelek, akan bernasib buruklah imej guru di mata masyarakat.
Buku ini juga bermanfaat bagi khalayak umum, apalagi jika pembacanya yang berbakat pada bidang seni dan sastra.Banyak hal yang dapat dipelajari dan ditimba ilmunya dari buku ini. Seperti halnya bagi seseorang yang punya bakat/hobi bermain teater/drama. Dalam buku ini sudah ada cara bagaimana langkah awal bermain drama yang baik sehingga menghasilkan kesuksesan. Bagi bapak-bapak/ibu-ibu, khususnya ibu rumah tangga yang ingin mengajarkan anaknya berseni dan bersastra sangat bagus membaca buku ini. Sambil mengajari anak-anaknya pelajaran yang lain, ibu-ibu tersebut boleh mengajari anak-anaknya berlatih drama, puisi dan sebagainya. Apalagi anak tersebut sudah kelihatan bakat dan kehobiannya bersastra. Sangat bagus untuk dibimbing, Selain dapat bimbingan di sekolah, di rumah juga bisa dibimbing sehingga mereka menjadi mahir dalam praktiknya di lapangan.
Buku ini sangat bagus dan isi di dalamnya sangat bermanfaat bagi pembaca. Akan tetapi Saya sebagai penulis laporan bacaan ini sangat mengharapkan sebelum menjelaskan uraian panjang lebar tentang materi bab dan subbabnya terlebih dahulu dijelaskan pengertian ataupun definisinya pada paragrap pertama. Sehingga sebelum sampai kepada uraian berikutnya pembaca sudah memahami tentang pengertian/definisi dari materi pada bab dan subbab itu. Terkadang bagi pembaca yang lemah IQ-nya susah untuk memahami isi bacaan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Melani, dkk., 2003. Membaca Sastra (pengantar memahami sastra untuk perguruan tinggi). Magelang: Indonesia Tera.
Suyatno.2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar